Suatu hari aku duduk beralaskan kerendahan hati, disana aku bercerita
kepada air. Kepadanya aku bercerita mengenai segala ketakutan ku. Aku tidak
mampu melihat bayangan ku sendiri ketika aku hendak bersolek.
Ku coba lari merayu waktu, untuk mengembalikan bayangan ku yang hilang.
Aku takut ketika suatu hari nanti, tuan penyair menjemput ku dan membawaku jauh
jauh dari sini. Dimana aku sedang menanti dia untuk kembali pulang.
Ketakutan aku berikutnya adalah disaat aku telah mencoba menghidupkan
suatu benda yang begitu jelas benda tersebut merupakan barang mati. Mengharapkan
untuk mampu berdiri dengan satu kaki selama bertahun-tahun.
"Aku enggan menghitung berapa kali aku terjatuh, berapa lama aku
bersabar, sejauh apa aku berjalan, seberapa perih aku rasakan, seberapa kuat
aku menahan."
Aku enggan mendekam diantara rayuan api kepada air, paham membawa aku
kedalam seribu dinding yang bertikai, kembali aku merayu waktu untuk terus
berjalan. Dimana aku masih mengejar bayang.
Kembali aku katakan, bahwa aku enggan menyerah terhadap kecaman waktu
yang terus mecoba kesetiaan ku terhadapnya. Aku akan terus disana. Meyakinkan
dia kalau "aku begitu mencintainya, tanpa syarat, tanpa pengecualian. Aku
mencintainya dengan sederhana", enggan menuntut kehadiran 1000 bintang
tiap kali aku merasa kesepian. Karena apa? karena cinta yang menenangkan terus
menjaga hati yang kesepian. Dia enggan berpaling, karena dia telah merasakan
hidup ala kadarnya. Penuh kehangatan, seperti api terhadap angin. Penuh kelembutan,
seperti air yang membuai lapisan tanah.
Aku masih menghitung hari dimana penantian aku akan berakhir, dimana
emosi akan kerinduan akan mencair. Ketika kehadiran membawa kehangatan bagi
raga.
Kesabaran ku masih terus setia disana duduk bersandar dengan senyuman, setia
menanti kehangatan berpulang.
Aku masih disini, shanty nya enggak bakal kemana-kemana. Dia masih terus
disini. Don’t be worry. Sabarnya enggak akan pernah putus, enggak akan
pernah abis.
With love,
Shanty Ruby
0 komentar:
Posting Komentar